Kecewa
Kekecewaan
senang sekali mengakali hati. Semua berjalan seakan normal saja, padahal ada
bara kecil di sudut hati yang luka. Tertutup kata dan ekspresi wajah. Tersimpan
dalam rimbun basa basi. Namun itulah api dalam sekam, lambat tapi pasti terus
membakar tak terdeteksi. Hanya menunggu waktu. Menunggu
pemicu. Dan tiba-tiba api akan melahap mangsa. Menghanguskan.
Menjadi
tugas berat bagi hati untuk membersihkan diri. Karna masih dipahami, hati
harus selalu bersih. Selalu bersih tak ternoda. Suka maupun tidak, seperti itu
seharusnya. Hati yang bersih tertata. Tak terusaki. Tak terasuki.
Sempurna bersihnya. Dan jaminannya surga. Wow..! Itulah rahasianya, saat
Rasulullah memberi tahu, ada seorang ahli surga dari kalangan sahabat. Bukan
sahabat besar sekaliber Abu Bakar RA maupun Umar RA. Ia hanya seorang sahabat
biasa, kawula cilik, bahkan namanyapun tak disebut-sebut. Tapi
prestasinya dahsyat. Ahli surga. Dan sekali lagi, rahasianya : di hatinya.
Kembali
tentang kekecewaan. Mencoba mengenalinya. Menyibak sedikit rahasianya.
Menurut KBBI makna kecewa adalah kecil hati. Tak puas. Atau tidak senang.
Biasanya karna tak terkabulnya keinginan dan harapan. Atau sesuatu yang
buruk atau yang tak disukai menimpanya lantaran sikap orang lain. Bisa
jadi sebuah kondisi yang tidak kondusif dimana ia berada di dalamnya. Sebuah
dinamika jiwa yang menggelora. Sepertinya biasa saja. Dialami semua orang.
Namun tak semua orang memahaminya. Tak setiap kita mampu mengelolanya.
Apalagi jika masuk ke ranah hati. Akan semakin rumit masalahnya dan
semakin dahsyat dampaknya. Seperti juga semua masalah hati. Bermula noda
kecil saja. Namun mampu merusak wilayah luas tak bertepi. Karna
noda(nila) setitik rusak susu sebelanga. Bisa jadi kekecewaan yang timbul
karna masalah kecil yang sepele. Meninggalkan kekecewaan yang jinak. Tapi
karena tidak mendapat perlakuan yang benar maka berubah menjadi kekecewaan
yang ganas. Merasuk. Merusak. Dan pelampiasan nafsu kecewa yang bekerja
dalam jiwa sungguh mengerikan.
Keadaan
mengerikan itu bermula dari sebuah pertarungan di dalam diri. Kekecewaan
yang membuncah. Dan hawa nafsu yang menyergap. Menyergah. Meletup-letup.
Menarik-narik. Menggoyang-goyang. Mendorong-dorong. Membisik-bisik.
Mengiming-iming. Dalam situasi seperti itu ego menjadi sangat berkuasa.
Menjadi penguasa tunggal nan perkasa. Mengalahkan logika. Memendam rasa. Dan
tampillah ia dengan senyum manis beracun dan wajah ramah dewa penghancur.
Dan itu tak kalah dahsyat dengan Merapi saat meletus. Maka
ketika kawah kecewa menganga lebar. Akan tumpah ruahlah lahar
amarah dengan daya hancur tak terperi. Wedus gembel mengepung bersama
angin panas membakar logika. Dan debu dendam menebar menutup akal sehat.
Sungguh berbahaya. Betapa rasa kecewa mampu membangkitkan dendam
kesumat. Menghidupkan energy perusak. Mengalahkan nilai-nilai
mulia. Dan yang akan terjadi adalah kehancuran. Binasa.
Mengapa
mesti kecewa. Pertanyaan ini harus diajukan sebelum kita benar-benar
kecewa. Dan sebelum magma amarah meletus seperti Merapi yang dahsyat itu
menebar bencana. Akan sangat elok jika kita mampu mengantisipasi dengan
mengenali sebab-sebabnya. Maksudnya adalah agar kita tidak menghancurkan
diri sendiri dan menebar kerugian pada orang lain lantaran rasa kecewa yang
lost control. Berarti ada dua kata kunci, pertama control diri atau manajemen
hati. Dan kedua, mengenali struktur lengkap anatomi kecewa agar bisa
mengantisipasi bahayanya.
Apapun
sebabnya, kekecewaan tetap harus disikapi dengan benar dan tepat. Terlalu
banyak sebab yang membuat seseorang kecewa. Bahkan sangat mungkin disulut
masalah yang sangat sederhana. Seseorang yang memiliki cita rasa tinggi
(perfeks) akan mudah kecewa. Seringkali menuntut kesempurnaan yang tak
realistis. Terlalu banyak masalah yang dihadapi bisa juga menjadi sebabnya. Gak
sabaran dan ingin cepat selesai melakukan sesuatu bisa juga penyebab
lainnya. Dikecewakan orang lain. Atau dikecewakan diri sendiri.
Artinya, kecewa bisa disebabkan diri sendiri ataupun orang lain. Meminimalisir
rasa kecewa berarti juga mengenali diri sendiri dan orang lain. Bahwa
masing-masing kita punya keterbatasan. Kelemahan. Kekurangan. Kesalahan. Jika
kita yang melakukan itu, tak perlu terlalu menyalahkan diri sendiri.
Cukup tumbuhkan kesadaran , bahwa diri memang perlu terus belajar. Dan jika
orang lain yang melakukan pahami bahwa ia-pun punya kekurangan. Maklumi.
Ingatkan. Maafkan. Jangan beri celah si kecewa mendarat di pelataran jiwa
kita. Biarkan dia tetap ada di awang-awang. Akan terbang dibawa angin malam.
Hilang di kegelapan. Atau menguap di angkasa. Dan berubah menjadi embun yang
menyejukkan. Asik banget jika bisa melakukan semua itu. Menahan
diri. Menahan kata. Husnu dzon. Lapang dada. Berpikir positif. Sederhana
sebenarnya, namun berat untuk dilaksanakan. Tapi tetap harus dicoba,
karna jika tak bisa akan fatal akibatnya. Na'udzu billah min dzalik...
Subang ,
(ahir) Oktober 2010
Saat
kecewa
Karna
masih kecewa
Kala
hadapi diri sendiri
Dan orang
lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar